Bismillah
Ketahuilah,
sesungguhnya di dalam tubuh manusia ada segumpal daging, apabila daging
itu baik maka baiklah tubuh manusia itu, akan tetapi bila daging itu
rusak maka rusak pula tubuh manusia. Ketahuilah bahwa sesungguhnya
segumpal daging itu adalah hati.”
[HR. Bukhari-Muslim].
Hati manusia terbagi menjadi tiga klasifikasi:
1). Qalbun Shahih (hati yang suci),
2). Qalbun Mayyit (hati yang mati), dan
3).Qalbun Maridl (hati yang sakit).
Pertama, Qalbun Shahih
yaitu hati yang sehat dan bersih (hati yang sehat) dari setiap nafsu
yang menentang perintah Allah Subhanahu Wa Ta’ala, dan dari setiap
penyimpangan yang menyalahi keutamaan-Nya. Sehingga ia selamat dari
pengabdian kepada selain Allah, dan mencari penyelesaian hukum pada
selain Rasul-Nya.
Karenanya, hati ini murni pengabdiannya
kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, baik pengabdian secara iradat
(kehendak), mahabbah (cinta), tawakkal (berserah diri), takut atas
siksa-Nya dan mengharapkan karunia-Nya.
Bahkan seluruh
aktivitasnya hanya untuk Allah Subhanahu Wa Ta’ala semata. Jika
mencintai maka cintanya itu karena Allah, dan jika membenci maka
kebenciannya itupun karena Allah, jika memberi atau bersedekah, hal itu
karena-Nya dan jika tidak memberi, juga karena Allah.
Dan tidak
hanya itu saja, tapi diiringi dengan kepatuhan hati dan bertahkim
kepada syari’at-Nya. ia mempunyai landasan yang kuat dan prinsip
tersendiri dalam menjadikan Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wa Sallam
sebagai suri tauladan dalam segala hal.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu mendahului Allah dan
Rasul-Nya, dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui.”[QS. Al-Hujurat:1].
- Kedua;
Qalbun Mayyit (hati yang mati) adalah kebalikan dari hati yang sehat,
hati yang mati tidak pernah mengenal Tuhannya, tidak mencintai atau
ridha kepada-Nya. dan ia berdiri berdampingan dengan syahwatnya dan
memperturutkan keinginan hawa nafsunya, walaupun hal ini menjadikan
Allah SubhanahuWwa Ta’ala murka akan perbuatannya.
Ia tidak
peduli lagi apakah Allah ridha atau murka terhadap apa yang
dikerjakannya, sebab ia memang telah mengabdi kepada selain Allah. Jika
mencintai didasarkan atas hawa nafsu, begitu pula dengan membenci,
memberi. Hawa nafsu lebih didewa-dewakan daripada rasa cinta kepada
Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Hati jenis ini adalah hati yang jika
diseru kepada jalan Allah, maka seruan itu tidaklah berfaedah
sedikitpun, karena Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah menutup hati mereka.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
” Dan diantara mereka ada orang yang mendengar (bacaanmu), padahal kami
telah meletakkan tutup di atas hati mereka sehingga mereka tidak
memahaminya) dan kami letakkan sumbatan di telinganya dan jikalaupun
mereka melihat segala tanda kebenaran mereka tetap tidak mau beriman
kepadanya. Sehingga apabila mereka datang kepadamu untuk membantahmu,
orang-orang kafir itu berkata: Al-Qur’an itu tidak lain hanyalah
dongengan orang-orang dahulu‘.”
[QS. Al-An'am:25].
Ayat ini
menunjukkan, bahwa ada manusia yang tidak mempergunakan hatinya untuk
memahami ayat-ayat Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan tidak mempergunakan
telinganya untuk mendengar perintah-perintah Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Juga tidak mau melihat kebenaran yang telah disampaikan. Seperti
difirmankan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
“(Mereka berkata:)
Hati kami tertutup dari ajakan yang kamu serukan kepada kami, dalam
telinga kami ada sumbatan, dan diantara kami dan kamu ada dinding, maka
bekerjalah kamu, sesungguhnya kami bekerja pula.”[QS. Fushilat:5].
Allah Subhanahu Wa Ta’ala akan membiarkan mereka dalam kegelapan dan mereka sedikitpun tidak akan mendapatkan cahaya iman.
“Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka
setelah api itu menerangi sekelilingnya. Allah menghilangkan cahaya
(yang menyinari) mereka. Dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak
dapat melihat, mereka tuli, bisu dan buta, maka mereka tidaklah kembali
kepada jalan yang benar.”
[QS. Al-Baqarah:17-18].
-Ketiga,
Qalbun Maridl (hati yang sakit) adalah hati yang sebenarnya memiliki
kehidupan, namun di dalamnya tersimpan benih-benih penyakit berupa
kejahilan. Hati yang sedang di cekam sakit akan mudah menjadi parah
apabila tidak diobati dengan hikmah dan maud’izah. Seperti difirmankan
oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
“Agar Dia menjadikan apa yang
dimasukkan setan, sebagai cobaan bagi orang-orang yang di dalam hatinya
ada penyakit dan yang keras hatinya.”
[QS. Al-Hajj:53].
Karena sesungguhnya apa yang disisipkan oleh setan kedalam hati manusia
itu, akan membuat sesuatu menjadi syubhat (sesuatu yang meragukan),
seperti penyakit ragu dan sesat. Begitu hati menjadi lemah karena
penyakit yang diidap, maka setanpun mudah merasuk ke dalam hati lalu
menghidupkan fitnah dalam hati tersebut.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
Sesungguhnya jika tidak berhenti orang-orang munafiq, orang-orang yang
berpenyakit dalam hatinya dan orang-orang yang menyebarkan kabar bohong
di madinah (dari menyakitimu) niscaya kami perintahkan kamu (untuk
memerangi) mereka. Kemudian mereka tidak menjadi tetanggamu (di madinah)
melainkan dalam waktu yang sebentar.”
[QS. Al-Ahzab:60].
Namun demikian hati orang-orang yang seperti itu belumlah mati
sebagaimana hati orang-orang kafir dan orang-orang munafiq, akan tetapi
bukan pula hati sehat, seperti sehatnya hati orang-orang yang beriman.
Sebab di dalam hati mereka terdapat penyakit syubhat dan syahwat.
Sebagaimana Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
“Sehingga berkeinginanlah orang-orang yang ada penyakit di dalam hatinya.“
[QS. Al-Ahzab:32].